Sabtu, 31 Desember 2016

Press Release Front Mahasiwa Islam (FMI)



Sehubungan dengan munculnya pelaporan yang ditujukan Imam Besar Front Pembela Islam Habib Muhammad Rizieq bin Husein Shihab, Lc., MA., DPMSS. yang dilakukan oleh Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan beberapa kelompok pemuda lainnya yang mengaku mahasiswa atas tuduhan penistaan agama yang menurut kami mengada-ada, kami melihat terdapat pola yang dijabarkan sebagai berikut:


1. Bahwa pelaporan yang dilakukan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia, menuduh Habib Rizieq melakukan penistaan agama, yang kemudian diikuti oleh pelaporan-pelaporan sejenis yang mengatasnamakan mahasiswa pula, memperlihat sebuah gerakan yang telah TERKOORDINASI;

2. Bahwa pelaporan terhadap Imam Besar FPI Habib Muhammad Rizieq Shihab yang juga merupakan Ketua Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa/GNPF MUI, bersamaan dengan kasus pemberian bantuan kemanusian kepada Suriah yang dihadapi Ketua GNPF MUI, KH Bachtiar Nasir, begitu juga pemanggilan yang ditujukan kepada koordinator peserta aksi 212 (dua Desember) 2016 dari Sumatera Barat, menunjukan adanya UPAYA YANG TERSTRUKTUR DAN SISTEMATIS mengkriminalkan eksponen GNPF MUI;

3. Bahwa dari penjelasan diatas, kami meyakini terdapat AKTOR INTELEKTUAL yang berupaya secara terstruktur dan sistematis, sengaja menciptakan permasalahan-permasalahan, untuk membungkam perlawanan umat Islam atas ketidak-adilan dan menginginkan perpecahan antar anak Bangsa;

4. Bahwa Kami melihat AKTOR INTELEKTUAL tersebut adalah dari kalangan komprador dan para pemilik kapital yang serakah terhadap berbagai proyek pembangunan, yang merupakan perpanjangan tangan dari asing dan aseng dalam menjalankan agenda Proxy War, yang berhasil menyusup kedalam kekuasaan negara.

Karena itu kami, DEWAN PIMPINAN PUSAT FRONT MAHASISWA ISLAM menyerukan:

1. Kepada umat Islam khususnya aktivis mahasiswa Islam dari Sabang sampai Merauke untuk menyatukan barisan, tetap menjaga#Spirit212 yang merupakan spirit membela agama Islam untuk terus melakukan perlawanan terhadap kedzaliman dan ikut membela ulama pewaris Nabi Muhammad SAW dari segala bentuk pembungkaman;

2. Kepada umat Islam khususnya aktivis mahasiswa Islam dari Sabang sampai Merauke untuk menyatukan barisan, menjaga keutuhan Bangsa Indonesia dari segala macam ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang merongrong Persatuan dan Kesatuan Bangsa karena menginginkan perpecahan antar anak Bangsa;

3. Kepada pemegang kuasa, untuk menghentikan politik adu domba dan berhenti menjadi komprador asing dan aseng serta menghentikan segala perbuatan yang memusuhi ajaran islam dan umat islam, karena hidup anda hanya sebentar di dunia ini;

4. Kepada seluruh elemen Bangsa Indonesia untuk selalu menjaga keharmonisan hubungan antar agama dengan membuka pintu DIALOG agar mengikis kesalah-pahaman antar umat beragama dengan tetap menjaga hak konstitusional untuk menjalankan ajaran agamanya secara penuh, kami siap melakukan dialog.

Jakarta, 3 Rabi'ul Akhir 1438 H / 1 Januari 2017 M

DEWAN PIMPINAN PUSAT FRONT MAHASISWA ISLAM

KETUA UMUM Ali Alatas, SH SEKRETARIS UMUM Syafiq Ridho Alaydrus, SH

Download Buku Panduan MUI Mengenal Dan Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah Di Indonesia

Buku Panduan MUI Mengenal Dan Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah Di Indonesia


Tanda tanya besar masyarakat serta kesimpangsiuran berita, pernyataan dan opini tokoh tentang Syiah akhirnya terjawab dengan terbitnya buku Panduan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengenai aliran dan paham Syiah pada september 2013, dengan judul buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di indonesia.”

Buku ini disusun oleh Tim Penulis MUI Pusat yang terdiri dari:
DR. (HC) KH. Ma’ruf Amin (Ketua MUI Pusat), Prof. Dr. Yunahar Ilyas (Wakil Ketua MUI Pusat), Drs. H. Ichwan Sam (Sekjend MUI Pusat) dan Dr. Amirsyah (Wakil Sekjend MUI Pusat) dengan pelaksana dari Tim Khusus Komisi Fatwa dan Komisi Pengkajian MUI Pusat yang terdiri dari, Prof. Dr. Utang Ranuwijaya, Dr. KH. Cholil Nafis, Fahmi Salim, MA., Drs. Muh. Ziyad, MA., M. Buchori Muslim, Ridha Basalamah, Prof. Dr. H Hasanuddin AF, Dr. H. Asrorun Ni’am Sholeh, MA., Dr. H. Maulana Hasanuddin dan Drs. H. Muh. Faiz, MA.

Meskipun belum berupa fatwa, namun buku ini merupakan keterangan resmi dari MUI Pusat mengenai kesesatan  Syiah sebagaimana dijelaskan oleh Tim Penulis dalam kata pengantar, “Buku saku ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman umat Islam Indonesia dalam mengenal dan mewaspadai penyimpangan Syi’ah, sebagaimana yang terjadi di Indonesia, sebagai ‘Bayan’ resmi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tujuan agar umat Islam tidak terpengaruh oleh faham Syi’ah dan dapat terhindar dari bahaya yang akan mengganggu stabilitas dan keutuhan NKRI.” (hlm. 7-8)

Isi dan tujuan buku ini dijelaskan oleh Tim Penulis dalam pendahuluan yang terletak pada halaman 12-16,

“Atas dasar tugas dan tanggung jawab luhur dalam membina dan menjaga umat pada berbagai aspeknya, dan sebagai bentuk tanggungjawab kehadapan Allah SWT dalam meluruskan aqidah dan syari’ah umat, MUI memberikan panduan kepada umat, dengan berbagai cara, antara lain dengan mengeluarkan fatwa, memberi taushiyyah, atau membuat buku panduan –seperti buku panduan tentang Syiah ini- setelah dilakukan penelitian dan pengkajian secara mendalam.

Buku panduan ini sebagian merupakan penjelasan teknis dan rinci dari remokendasi Rapat Kerja Nasional MUI pada Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 bahwa Faham Syiah mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan umat Islam harus meningkatkan kewaspadaan terhadap masuknya faham ini, juga fatwa MUI 22 Jumadil Akhir 1418H./25 Oktorber 1997 tentang Nikah Mut’ah. Dalam konsiderannya, Fatwa ini menyatakan bahwa mayoritas umat Islam Indonesia adalah penganut paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang tidak mengakui dan menolak paham Syiah secara umum dan nikah mut’ah secara khusus.

Dalam buku panduan ini secara garis besar memuat tentang sejarah Syiah, penyimpangan Syiah, pergerakan dan metode penyebaran Syiah di Indonesia, dan sikap MUI terhadap Syiah.
Hadirnya buku panduan ini merupakan wujud dari tanggung jawab dan sikap tegas MUI itu, dengan harapan umat Islam Indonesia mengenal Syiah dengan benar dan kemudian mewaspadai serta menjauhi dakwah mereka, karena dalam pandangan MUI faham Syiah itu menyimpang dari ajaran Islam, dan dapat menyesatkan umat.” (hlm. 13-15)

Karena itu, dengan hadirnya buku ini diharapkan masyarakat tidak lagi dibuat bingung oleh ulah beberapa oknum yang mengatasnamakan MUI untuk mengatakan Syiah tidak sesat, seperti yang pernah termuat dalam Harian Fajar Makassar yang menyebutkan, MUI: Syiah Sah Sebagai Mazhab Islam. Juga, beberapa sikap tokoh yang menyederhanakan persoalan Sunni-Syiah, seperti Syafi’i Ma’arif, Din Syamsuddin, Aqil Siradj dan lain-lain. (Muh. Istiqamah/lppimakassar.com)

Download Bukunya di Sini

Jumat, 30 Desember 2016

Membenci Islam Berarti Membenci Indonesia


Membenci Islam tidak ada bedanya dengan membenci Indonesia

Oleh Akmal Sjafril 23 November 2016

Ada sebuah gejala *sakit menahun* yang menjangkiti Indonesia, negeri besar nan dipuja sebagai Zamrud Katulistiwa, yang mayoritas warga negaranya beragama Islam ini. Sebutlah penyakit itu: "alergi Islam!" Manakala nama Islam disebut, kambuhlah alergi itu, dan mereka yang membawa penyakit ini dalam tubuhnya *segera bersikap skeptis, mencibir, dan kemudian mencemooh.* Penyakit ini sangat menular!

Dahulu, Prof. Rasjidi (Menteri Agama RI yang pertama) pernah mendapatkan sebuah pertanyaan yang telah menjebak banyak orang pada jamannya. Pertanyaan itu kurang lebihnya begini: *mengapa negara-negara Islam miskin, sedangkan negara-negara Kristen itu kaya raya?*

Mereka yang paham ilmu statistika dasar mestilah *segera mempertanyakan ruang sampel yang dipergunakan*. Sebab, jika ruang sampel untuk *‘negara-negara Islam’ itu adalah Bangladesh dan Somalia,* maka wajar jika muncul kesimpulan (meski prematur) bahwa negara-negara Islam itu miskin.

Demikian juga jika ruang sampel untuk *‘negara-negara Kristen’ itu adalah Inggris, Amerika atau Kanada,* maka memang bisa muncul kesimpulan bahwa *negara-negara Kristen itu kaya*.

Tapi jika ruang sampelnya adalah *Brunei Darussalam dan Saudi Arabia untuk negara-negara Islam atau Yunani dan Papua Nugini untuk negara-negara Kristen*, maka kita pun bisa membuat kesimpulan sebaliknya.

Beberapa dekade sejak jamannya Prof. Rasjidi, pertanyaan itu menjelma ke dalam bentuk lain: *mengapa di Indonesia koruptornya kebanyakan Muslim?*

Ini pun *masalah statistik yang tidak berat-berat amat,* namun toh mampu juga mempengaruhi alam pikiran sebagian orang yang terlampau naif.

Sebuah ilustrasi mungkin dibutuhkan di sini. Bayangkanlah Anda *memiliki semangkuk kelereng berjumlah — katakanlah — 100 buah.*

Dari 100 buah kelereng itu, 85 di antaranya berwarna putih. Silakan aduk-aduk isinya, kemudian ambillah sembarang kelereng dengan mata tertutup. *Warna apa yang Anda perolah?*

Tentu saja *hanya Tuhan yang tahu kelereng warna apa yang akan Anda peroleh.*

Tapi menurut statistik, sangat besar kemungkinan Anda akan *memperoleh kelereng berwarna putih.* 
Tepatnya, prosentase kemungkinan didapatkannya *kelereng putih itu adalah 85%.*

Karena perbandingan antara *kelereng putih dan bukan putih cukup jauh (85:15)*, maka kelereng putih praktis mendominasi dalam setiap prediksi.

Jika Anda *tumpahkan mangkuk kelereng tadi*, maka kemungkinan besar kelereng yang *paling jauh menggelinding berwarna putih*.

Jika isi mangkuk itu Anda *lempar ke atas,* maka kemungkinan *besar kelereng yang akan membuat benjol kepala Anda adalah kelereng putih.*

Anggaplah Anda malas membereskan kelereng yang sudah Anda tumpahkan itu. Jika kemudian ada yang terpeleset karena tak sengaja menginjak sebuah kelereng, maka yakinlah bahwa tersangka utamanya itu berwarna putih!

*Surat kabar di Amerika, pada tahun 1945,* mengidentikkan *‘Indonesia’ dengan umat Muslim*. Karena itu, yang berjihad di Surabaya mereka sebut sebagai *‘moslem fanatics’ (muslim fanatik)*. Karena *mayoritas mutlak, wajar jika Indonesia diidentikkan dengan Islam*.

Yang tidak wajar adalah yang mencoba memisahkan Indonesia dengan umat Muslim.


Oleh karena itu, *memandang buruk umat Muslim Indonesia hanya karena koruptor di negeri ini kebanyakan Muslim juga adalah sebuah tindakan yang tidak adil, karena sama sekali tidak menggambarkan realita secara utuh.*

Karena *Muslim memang mayoritas mutlak di Indonesia,* maka sangatlah masuk akal jika *kebanyakan koruptor, pencuri, pembunuh dan pemerkosa di sini adalah Muslim*.

Tapi sebaliknya, jika ada aksi penggalangan dana untuk korban musibah, kemungkinan besar penggeraknya juga Muslim. *Jika ada remaja yang menolong seorang nenek menyeberang jalan, sangat mungkin ia adalah remaja Muslim.*

Dan jika suatu hari Anda mengalami kecelakaan di jalan raya, jangan terlalu terkejut jika yang *segera datang menolong Anda — baik pengguna jalan lain, polisi atau paramedis — ternyata adalah seorang Muslim.*

Ada lagi *bentuk gagal paham statistik* yang lain.


Ada yang bertanya, *mengapa di Indonesia pengajaran agama digelar dari pagi sampai sore, mulai dari sekolah sampai ke Masjid-masjid dan seluruh saluran televisi, namun masih muncul saja kasus-kasus yang memilukan bagi kemanusiaan?*

Apakah dengan demikian dapat disimpulkan bahwa *agama telah gagal membimbing manusia ke jalan yang benar?*

Tentu saja masih ada hal yang mesti dijawab sebelum kita menghubungkan kedua hal tersebut.

Apakah para pelaku kejahatan tersebut adalah mereka yang belajar agama dari pagi sampai sore?

Tentu tidaklah bijak ‘menghukum’ suatu kelompok atas tindakan kelompok yang lain.

Jika di antara mereka yang belajar agama dari pagi sampai sore itu muncul 1-2 bajingan, tidak bisa pula simpulkan bahwa pendidikan agama telah gagal, sebab *kesimpulan gegabah semacam itu tidak dibenarkan oleh ilmu statistika*.

Di samping itu, masih ada pertanyaan lainnya seperti: bagaimana kualitas pendidikan agamanya? Meskipun digelar dari pagi sampai sore, jika pendidikannya salah arah, maka wajar jika hasilnya jauh dari harapan.

Masih ada bentuk pertanyaan yang mirip-mirip, namun kesalahannya seputar wawasan atau logika, bukan statistika. Kelompok gagal paham yang ini mempertanyakan *mengapa Indonesia yang penduduknya mayoritas Muslim masih saja dirundung masalah di segala lini.*

Mungkin mereka lupa bahwa *sejak diproklamasikannya Indonesia sampai detik ini, kaum sekuler terus mem-bully siapa saja yang membawa-bawa agama (terutama Islam) ke dalam ranah politik*.

Lebih ironis lagi jika mereka mencari-cari siapa gerangan yang melarang-larang penerapan Islam di ranah politik, sebab kemungkinan besar mereka akan menemukan nama dan wajah mereka sendiri atau pendahulunya.

*Belakangan ini muncul jenis alergi yang lain lagi*, yang disinyalir merupakan akibat dari terjangkit virus hasil mutasi dari virus-virus yang sebelumnya. Mereka sangat alergi kepada Islam dan Muslim, meski sebagian di antara mereka selalu *mencantumkan “Islam” setiap kali menemukan kolom agama yang harus diisi.*

Begitu parahnya penyakit mereka, sehingga setiap kali umat Muslim mewacanakan sesuatu akan

dianggapnya sebagai ‘anti toleransi’, ‘tirani mayoritas’, atau apalah.

Jika ada yang khawatir dengan *bahaya minuman keras (miras), dan kemudian mengusulkan agar miras dilarang saja, segeralah orang berteriak-teriak.*

Keragaman terancam! Ini bukan negara agama! *Jangan membuat aturan hanya berdasarkan Islam saja!*

Padahal, miras membunuh siapa saja, baik yang Muslim maupun yang tidak, yang beragama maupun yang tidak, bahkan miras juga membunuh baik yang meminumnya maupun yang tidak beruntung karena kebetulan sedang berada di sekitar para pemabuk.

Ketika aturan-aturan ini dibakukan menjadi sebuah peraturan daerah, muncullah labelisasi *‘Perda Syari’at’*.

Luar biasanya, begitu banyak yang takut akan syari’at, *seolah-olah syari’at Islam itu identik dengan memenggal kepala, dan seolah-olah mereka yang paranoid ini merasa akan dipenggal semua.*

Paranoid terhadap segala hal yang datangnya dari umat Muslim ini tentu sangat mengherankan. Sebab, sekali lagi, Islam adalah agama mayoritas di negeri ini.

Sudah barang tentu, Islam memberikan pengaruh pada cara berpikir umat Muslim. Berdasarkan statistik pula, karena mayoritas mutlak, maka sangat wajar jika berbagai wacana di negeri ini dipelopori oleh umat Muslim.

*Apakah semua wacana itu akan terus diperlakukan secara diskriminatif hanya karena ia merupakan buah pemikiran umat Muslim?*

Ataukah *umat Muslim diwajibkan untuk tutup mulut dan menerima saja apa pun yang diperbuat orang terhadap negeri ini?*

Jika Anda penasaran bagaimana caranya membangkitkan kebencian terhadap Islam di tengah-tengah masyarakat Barat (terutama AS), maka *buku “Islamophobia” karya Nathan Lean ini wajib dibaca.* Versi bahasa Indonesia bisa Anda pesan melalui SMS/WA ke 0896-227-45-222.

Kebencian terhadap Islam sudah jauh meninggalkan logika


Kurang lebih sama blundernya dengan *berteriak-teriak menyatakan kebencian terhadap orang Minang di tengah keramaian di depan Jam Gadang,* atau mengumandangkan *kebencian rasis terhadap orang berkulit hitam di tengah-tengah pertandingan NBA*.

Apa kebaikan yang bisa didapatkan dari kebencian semacam ini? Mengapa negeri ini harus terus diprovokasi untuk ribut? *Tidak bisakah kita berdialog dengan akal sehat?*

*Dahulu, orang-orang sekuler mengklaim bahwa sekularisme dapat menempatkan semua agama pada tempat yang terhormat. Pada kenyataannya kini, Islam direndahkan sedemikian rupa,* sehingga seolah-olah setiap hal yang datang dari ajaran Islam adalah sesuatu yang merugikan bangsa.

Jika benar demikian adanya, tentu Indonesia sudah hancur sejak lama. Sebab, sekali lagi, Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas negeri ini. Jika ada orang yang bilang *warga Indonesia ramah-ramah, atau memuji toleransi masyarakatnya, atau pilihlah satu hal yang anda sukai dari Indonesia, maka yakinlah bahwa kemungkinan besar ada andil umat Muslim dalam kebaikan itu.*

Jika Anda mencintai Indonesia, maka ketahuilah bahwa *yang paling banyak berkorban dan menumpahkan darahnya untuk negeri ini adalah umat Muslim*.

*Membenci Islam tidak ada bedanya dengan membenci Indonesia*.

*Ini cuma masalah statistik!*

Penulis adalah Pendiri dari Sekolah Pemikiran Islam dan Indonesia Tanpa JIL

*** Silahkan Share, untuk kesempurnaan islam ***

Kamis, 29 Desember 2016

Pesan MUI Menyambut Tahun Baru 2017


Majelis Ulama Indonesia (MUI) berharap penyambutan pergantian Tahun Baru 2017 Masehi dilakukan dengan cara yang baik, sederhana, dan bersahaja. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi mengatakan pergantian tahu baru hendaknya diisi dengan melakukan muhasabah (evaluasi diri) terhadap apa yang sudah dikerjakan selama 2016.

"Jika ada hal yang baik hendaknya terus ditingkatkan, jika ada hal yang kurang baik segera ditinggalkan," ujarnya, semalam.

Di pergantian tahun nanti, hendaknya umat memperbanyak bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia berupa umur panjang, kesehatan dan kemurahan rezeki. Untuk hal tersebut, dia mengatakan hendaknya dalam menyambut tahun baru diisi dengan semangat berbagi kepada saudara yang kurang beruntung khususnya yang sedang tertimpa musibah.

Selain itu, umat Islam hendaknya memperbanyak zikir dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. "Agar pada tahun mendatang dimudahkan semua urusannya, dikabulkan semua hajatnya dan diselamatkan dari berbagai fitnah, ujian dan cobaan," kata Zainut.

Dia menyarankan jangan lupa  berdoa untuk keselamatan bangsa dan negara dari berbagai ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Sehingga bangsa dan negara Indonesia menjadi negara yang aman, maju sejahtera lahir dan batin. 

Menurut Zainut, yang tidak kalah penting dalam merayakan Tahun Baru 2017 harus tetap dengan semangat kesederhanaan, menjauhkan diri dari sikap boros, berfoya-foya dan menghambur-hamburkan uang untuk kepentingan yang tidak banyak manfaatnya (mubadzir). Pasalnya perbuatan mubadzir adalah perbuatan setan yang dibenci oleh Allah SWT. 

Kisah Irene Handono Mualaf Setelah Baca Al Ikhlas


Kisah Irene Handono Mualaf Setelah Baca Al Ikhlas


Namaku Irene Handono. Aku dibesarkan dalam keluarga yang rilegius. Ayah dan ibuku merupakan pemeluk Katholik yang taat. Sejak bayi aku sudah dibaptis, dan sekolah seperti anak-anak lain. Aku juga mengikuti kursus agama secara privat. Ketika remaja aku aktif di Organisasi gereja.

Sejak masa kanak-kanak, aku sudah termotivasi untuk masuk biara. Bagi orang Katholik, hidup membiara adalah hidup yang paling mulia, karena pengabdian total seluruh hidupnya hanya kepada Tuhan. Semakin aku besar, keinginan itu sedemikian kuatnya, sehingga menjadi biarawati adalah tujuan satu-satunya dalam hidupku.

Kehidupanku nyaris sempurna, aku terlahir dari keluarga yang kaya raya, kalau diukur dari materi. Rumahku luasnya 1000 meter persegi. Bayangkan, betapa besarnya. Kami berasal dari etnis Tionghoa. Ayaku adalah seorang pengusaha terkenal di Surabaya, beliau merupakan salah satu donator terbesar gereja di Indonesia. Aku anak kelima dan perempuan satu-satunya dari lima bersaudara.

 Aku amat bersyukur karena dianugrahi banyak kelebihan. Selain materi, kecerdasanku cukup lumayan. Prestasi akademikku selalu memuaskan. Aku pernah terpilih sebagai ketua termuda pada salah satu organisasi gereja. Ketika remaja aku layaknya remaja pada umumnya, punya banyak teman, aku dicintai oleh mereka, bahkan aku menjadi faforit bagi kawan-kawanku.

Intinya, masa mudaku kuhabiskan dengan penuh kesan, bermakna, dan indah. Namun demikian aku tidak larut dalam semaraknya pergaulan muda-mudi, walalupun semua fasilitas untuk hura-hura bahkan foya-foya ada. Keinginan untuk menjadi biarawati tetap kuat. Ketika aku lulus SMU, aku memutuskan untuk mengikuti panggilan Tuhan itu.

Tentu saja orang tuaku terkejut. Berat bagi mereka untuk membiarkan anak gadisnya hidup terpisah dengan mereka. Sebagai pemeluk Katholik yang taat, mereka akhirnya mengikhlaskannya. Sebaliknya dengan kakak-kakaku, mereka justru bangga punya adik yang masuk biarawati.
Tidak ada kesulitan ketika aku melangkah ke biara, justru kemudahan yang kurasakan. Dari banyak biarawati, hanya ada dua orang biara yang diberi tugas ganda. Yaitu kuliah di biara dan kuliah di Instituit Filsafat Teologia, seperti seminari yang merupakan pendidikan akhir pastur. Salah satu dari biarawati yang diberi keistimewaan itu adalah saya.

Dalam usia 19 tahun Aku harus menekuni dua pendidikan sekaligus, yaknip endidikan di biara, dan di seminari, dimana aku mengambil Fakultas Comparative Religion, Jurusan Islamologi.

 Di tempat inilah untuk pertama kali aku mengenal Islam. Di awal kuliah, dosen memberi pengantar bahwa agama yang terbaik adalah agama kami sedangkan agama lain itu tidak baik. Beliau mengatakan, Islam itu jelek. Di Indonesia yang melarat itu siapa?, Yang bodoh siapa? Yang kumuh siapa? Yang tinggal di bantaran sungai siapa? Yang kehilangan sandal setiap hari jumat siapa? Yang berselisih paham tidak bisa bersatu itu siapa? Yang jadi teroris siapa? Semua menunjuk pada Islam. Jadi Islam itu jelek.
Aku mengatakan kesimpulan itu perlu diuji, kita lihat negara-negara lain, Philiphina, Meksiko, Itali, Irlandia, negara-negara yang mayoritas kristiani itu tak kalah amburadulnya. Aku juga mencontohkan negara-negara penjajah seperti terbentuknya negara Amerika dan Australia, sampai terbentuknya negara Yahudi Israel itu, mereka dari dulu tidak punya wilayah, lalu merampok negara Palestina.

Jadi tidak terbukti kalau Islam itu symbol keburukan. Aku jadi tertarik mempelajari masalah ini. Solusinya, aku minta ijin kepada pastur untuk mempelajari Islam dari sumbernya sendiri, yaitu al-Qur'an dan Hadits. Usulan itu diterima, tapi dengan catatan, aku harus mencari kelemahan Islam.


Ketika pertama kali memegang kitab suci al-Qur'an, aku bingung. Kitab ini, mana yang depan, mana yang belakang, mana atas mana bawah. Kemudian aku amati bentuk hurufnya, aku semakin bingung. Bentuknya panjang-panjang, bulat-bulat, akhirnya aku ambil jalan pintas, aku harus mempelajari dari terjemah.
Ketika aku pelajari dari terjemahan, karena aku tak mengerti bahwa membaca al-Quran dimulai dari kiri, aku justru terbalik dengan membukanya dari kanan. Yang pertama kali aku pandang, adalah surat Al Ihlas.
Aku membacanya, bagus surat al-Ikhlas ini, pujiku. Suara hatiku membenarkan bahwa Allah itu Ahad, Allah itu satu, Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia. "Ini 'kok bagus, dan bisa diterima!" pujiku lagi.
Pagi harinya, saat kuliah Teologia, dosen saya mengatakan, bahwa Tuhan itu satu tapi pribadinya tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Putra dan Tuhan Roh Kudus. Tiga Tuhan dalam satu, satu Tuhan dalam tiga, ini yang dinamakan trinitas, atau tritunggal. Malamnya, ada yang mendorong diriku untuk mengaji lagi surat al-Ihklas. "Allahhu ahad, ini yang benar," putusku pada akhirnya.

Maka hari berikutnya terjadi dialog antara saya dan dosen-dosen saya. Aku katakan, "Pastur (Pastur), saya belum paham hakekat Tuhan."
"Yang mana yang Anda belum paham?" tanya Pastur. Dia maju ke papan tulis sambil menggambar segitiga sama sisi, AB=BC=CA. Aku dijelaskan, segitiganya satu, sisinya tiga, berarti tuhan itu satu tapi pribadinya tiga. Tuhan Bapak sama kuasanya dengana Tuhan Putra sama dengan kuasanya Tuhan Roh Kudus. Demikian Pastur menjelaskan.
"Kalau demikian, suatu saat nanti kalau dunia ini sudah moderen, iptek semakin canggih, Tuhan kalau hanya punya tiga pribadi, tidak akan mampu untuk mengelola dunia ini. Harus ada penambahnya menjadi empat pribadi," tanyaku lebih mendalam.
Dosen menjawab, "Tidak bisa!" Aku jawab bisa saja, kemudian aku maju ke papan tulis. Saya gambar bujur sangkar. Kalau dosen saya mengatakan Tuhan itu tiga dengan gambar segitiga sama sisi, sekarang saya gambar bujur sangkar. Dengan demikian, bisa saja saya simpulkan kalau tuhan itu pribadinya empat. Pastur bilang, tidak boleh. Mengapa tidak boleh? Tanya saya semakin tak mengerti.
"Ini dogma, yaitu aturan yang dibuat oleh para pemimpin gereja!" tegas Pastur. Aku katakan, kalau aku belum paham dengan dogma itu bagaimana? "Ya terima saja, telan saja. Kalau Anda ragu-ragu, hukumnya dosa!" tegas Pastur mengakhiri.
Walau pun dijawab demikian, malam hari ada kekuatan yang mendorong saya untuk kembali mempelajari surat al-Ikhlas. Ini terus berkelanjutan, sampai akhirnya aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang membuat mimbar, membuat kursi, meja?" Dia tidak mau jawab.
"Coba Anda jawab!" Pastur balik bertanya. Dia mulai curiga. Aku jawab, itu semua yang buat tukang kayu.
"Lalu kenapa?" tanya Pastur lagi. "Menurut saya, semua barang itu walaupun dibuat setahun lalu, sampai seratus tahun kemudian tetap kayu, tetap meja, tetap kursi. Tidak ada satu pun yang membuat mereka berubah jadi tukang kayu," saya mencoba menjelaskan.
"Apa maksud Anda?" Tanya Pastur penasaran. Aku kemudian memaparkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan seluas isinya termasuk manusia. Dan manusia yang diciptakan seratus tahun lalu sampai seratus tahun kemudian, sampai kiamat tetap saja manusia, manusia tidak mampu mengubah dirinya menjadi Tuhan, dan Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan manusia.


Malamnya, kembali kukaji surat al-Ikhlas. Hari berikutnya, aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang melantik RW?" Saya ditertawakan. Mereka pikir, ini 'kok ada suster yang tidak tahu siapa yang melantik RW?
"Sebetulnya saya tahu," ucapku. "Kalau Anda tahu, mengapa Anda Tanya? Coba jelaskan!" tantang mereka.  "Menurut saya, yang melantik RW itu pasti eselon di atasnya, lurah atau kepala desa. Kalau sampai ada RW dilantik RT jelas pelantikan itu tidak syah."  "Apa maksud Anda?" Mereka semakin tak mengerti.
Saya mencoba menguraikan, "Menurut pendapat saya, Tuhan itu menciptakan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia. Manusia itu hakekatnya sebagai hamba Tuhan. Maka kalau ada manusia melantik sesama manusia untuk menjadi Tuhan, jelas pelantikan itu tidak syah."


Malam berikutnya, saya kembali mengkaji surat al-Ikhlas. Kembali terjadi dialog-dialog, sampai akhirnya saya bertanya mengenai sejarah gereja.
Menurut semua literratur yang saya pelajari, dan kuliah yang saya terima, Yesus untuk pertama kali disebut dengan sebutan Tuhan, dia dilantik menjadi Tuhan pada tahun 325 Masehi. Jadi, sebelum itu ia belum menjadi Tuhan, dan yang melantiknya sebagai Tuhan adalah Kaisar Constantien kaisar romawi.
Pelantikannya terjadi dalam sebuah conseni (konferensi atau muktamar) di kota Nizea. Untuk pertama kali Yesus berpredikat sebagai Tuhan. Maka silahkan umat kristen di seluruh dunia ini, silahkan mencari cukup satu ayat saja dalam injil, baik Matius, Markus, Lukas, Yohanes, mana ada satu kalimat Yesus yang mengatakan 'Aku Tuhanmu'? Tidak pernah ada.

Mereka kaget sekali dan mengaggap saya sebagai biarawati yang kritis. Dan sampai pada pertemuan berikutnya, dalam al-Quran yang saya pelajari, ternyata saya tidak mampu menemukan kelemahan al-Qur'an. Bahkan, saya yakin tidak ada manusia yang mampu.


Kebiasaan mengkaji al-Qur'an tetap saya teruskan, sampai saya berkesimpulan bahwa agama yang hak itu cuma satu, Islam. Subhanaallah.
Saya mengambil keputusan besar, keluar dari biara. Itu melalui proses berbagai pertimbangan dan perenungan yang dalam, termasuk melalui surat dan ayat. Bahkan, saya sendiri mengenal sosok Maryam yang sesungguhnya dari al-Qur'an surat Maryam. Padahal, dalam doktrin Katholik, Maryam menjadi tempat yang sangat istimewa. Nyaris tidak ada doa tanpa melalui perantaranya. Anehnya, tidak ada Injil Maryam.
Jadi saya keluar dengan keyakinan bahwa Islam agama Allah. Tapi masih panjang, tidak hari itu saya bersyahadat. Enam tahun kemudian aku baru mengucapkan dua kalimah syahadat.

Selama enam tahun, saya bergelut untuk mencari. Saya diterpa dengan berbagai macam persoalan, baik yang sedih, senang, suka dan duka. Sedih, karena saya harus meninggalkan keluarga saya. Reaksi dari orang tua tentu bingung bercampur sedih.
Sekeluarnya dari biara, aku melanjutkan kuliah ke Universitas Atmajaya. Kemudian aku menikah dengan orang Katholik. Harapanku dengan menikah adalah, aku tidak lagi terusik oleh pencarian agama. Aku berpikir, kalau sudah menikah, ya selesai!

Ternyata diskusi itu tetap berjalan, apalagi suamiku adalah aktifis mahasiswa. Begitu pun dengan diriku, kami kerap kali berdiskusi. Setiap kali kami diskusi, selalu berakhir dengan pertengkaran, karena kalau aku mulai bicara tentang Islam, dia menyudutkan. Padahal, aku tidak suka sesuatu dihujat tanpa alasan. Ketika dia menyudutkan, aku akan membelanya, maka jurang pemisah itu semakin membesar, sampai pada klimaksnya.
Aku berkesimpulan kehidupan rumah tangga seperti ini, tidak bisa berlanjut, dan tidak mungkin bertahan lama. Aku mulai belajar melalui ustadz. Aku mulai mencari ustadz, karena sebelumnya aku hanya belajar Islam dari buku semua. Alhamdulillah Allah mempertemuka saya dengan ustadz yang bagus, diantaranya adalah Kyai Haji Misbah (alm.). Beliau ketua MUI Jawa Timur periode yang lalu.
Aku beberapa kali berkonsultasi dan mengemukakan niat untuk masuk Islam. Tiga kali ia menjawab dengan jawaban yang sama, "Masuk Islam itu gampang, tapi apakah Anda sudah siap dengan konsekwensinya?"
"Siap!" jawabku. "Apakah Anda tahu konsekwensinya?" tanya beliau. "Pernikahan saya!" tegasku. Aku menyadari keinginanku masuk Islam semakin kuat. "Kenapa dengan dengan perkawinan Anda, mana yang Anda pilih?" Tanya beliau lagi.  "Islam" jawabku tegas.

Akhirnya rahmat Allah datang kepadaku. Aku kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat di depan beliau. Waktu itu tahun 1983, usiaku 26 tahun. Setelah resmi memeluk Islam, aku mengurus perceraianku, karena suamiku tetap pada agamanya. Pernikahanku telah berlangsung selama lima tahun, dan telah dikaruniai tiga orang anak, satu perempuan dan dua laki-laki. Alhamdulillah, saat mereka telah menjadi muslim dan muslimah.

Setelah aku mengucapkan syahadat, aku tahu persis posisiku sebagai seorang muslimah harus bagaimana. Satu hari sebelum ramadhan tahun dimana aku berikrar, aku langsung melaksanakan shalat.

Pada saat itulah, salah seorang kakak mencari saya. Rumah cukup besar. Banyak kamar terdapat didalamnya. Kakakku berteriak mencariku. Ia kemudian membuka kamarku. Ia terkejut, 'kok ada perempuan shalat? Ia piker ada orang lain yang sedang shalat. Akhirnya ia menutup pintu.


Hari berikutnya, kakakku yang lain kembali mencariku. Ia menyaksikan bahwa yang sedang shalat itu aku. Selesai shalat, aku tidak mau lagi menyembunyikan agama baruku yang selama ini kututupi. Kakakku terkejut luar biasa. Ia tidak menyangka adiknya sendiri yang sedang shalat. Ia tidak bisa bicara, hanya wajahnya seketika merah dan pucat. Sejak saat itulah terjadi keretakan diantara kami.

Agama baruku yang kupilih tak dapat diterima. Akhirnya aku meninggalkan rumah. Aku mengontrak sebuah rumah sederhana di Kota Surabaya. Sebagai anak perempuan satu-satunya, tentu ibuku tak mau kehilangan. Beliau tetap datang menjenguk sesekali. Enam tahun kemudian ibu meninggal dunia. Setelah ibu saya meninggal, tidak ada kontak lagi dengan ayah atau anggota keluarga yang lain sampai sekarang.

Aku bukannya tak mau berdakwah kepada keluargaku, khususnya ibuku. Walaupun ibu tidak senang, ketegangan-ketegangan akhirnya terjadi terus. Islam, baginya identik dengan hal-hal negatif yang saya contohkan di atas. Pendapat ibu sudah terpola, apalagi usia ibu sudah lanjut.


Tahun 1992 aku menunaikan rukun Islam yang kelima. Alhamdulillah aku diberikan rejeki sehingga bisa menunaikan ibadah haji. Selama masuk Islam sampai pergi haji, aku selalu menggerutu kepada Allah, "kalau Engkau, ya Allah, menakdirkanku menjadi seorang yang mukminah, mengapa Engkau tidak menakdirkan saya menjadi anak orang Islam, punya bapak Islam, dan ibu orang Islam, sama seperti saudara-saudaraku muslim yang kebanyakan itu. Dengan begitu, saya tidak perlu banyak penderitan. Mengapa jalan hidup saya harus berliku-liku seperti ini?" ungkapku sedikit kesal.

Di Masjidil-Haram, aku bersungkur mohon ampun, dilanjutkan dengan sujud syukur. Alhamdulillah aku mendapat petunjuk dengan perjalan hidupku seperti ini. Aku merasakan nikmat iman dan nikmat Islam. Padahal, orang Islam yang sudah Islam tujuh turunan belum tentu mengerti nikmat iman dan Islam.

Islam adalah agama hidayah, agama hak. Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Manusia itu oleh Allah diberi akal, budi, diberi emosi, rasio. Agama Islam adalh agama untuk orang yang berakal, semakin dalam daya analisis kita, insya Allah, Allah akan memberi. Firman Allah, "Apakah sama orang yang tahu dan tidak tahu?"

Sepulang haji, hatiku semakin terbuka dengan Islam, atas kehendak-Nya pula aku kemudian diberi kemudahan dalam belajar agama tauhid ini. Alhamdulillah tidak banyak kesulitan bagiku untuk belajar membaca kitab-kitab.

Allah memberi kekuatan kepadaku untuk bicara dan berdakwah. Aku begitu lancar dan banyak diundang untuk berceramah. Tak hanya di Surabaya, aku kerap kali iundang berdakwah di Jakarta. Begitu banyak yang Allah karuniakan kepadaku, termasuk jodoh, melalui pertemuan yang Islami, aku dilamar seorang ulama. Beliau adalah Masruchin Yusufi, duda lima anak yang isterinya telah meninggal dunia. Kini kami berdua sama-sama aktif berdakwah sampai ke pelosok desa. Terjun di bidang dakwah tantangannya luar biasa. Alhamdulillah, dalam diri ini terus menekankan bahwa hidupku, matiku hanya karena Allah.


Lahir di Surabaya, 30 Juli 1954, nama kecil Han Hoo Lie. Lembaga Katolik lain yang pernah digelutinya adalah Biarawati, Seminari Agung (Institut Filsafat Teologia Katolik), Ketua Legio Maria dan Universitas Katolik Atmajaya Jakarta. Mengucap ikrar dua kalimat syahadat th.1983 di Masjid Al-Falah Surabaya, dihadapan KH Misbach (alm) Ketua MUI Jawa Timur saat itu. Berkiprah di beberapa lembaga diantaranya ICMI, PITI, Al-Ma'wa (Pembina Muallaf) Surabaya, Pengasuh Majlis Ta'lim Al-Muhtadin, Forum Komunikasi Lembaga Pembina Muallaf ( FKLPM ), Forum Gerakan Anti Pornografi dan Pornoaksi (FORGAPP), Lembaga Advokasi Muslim (LAM),Gerakan Muslimat Indonesia (GMI) dan (MAAI) Majlis Ilmuwan Muslimah se Dunia Cabang Indonesia, MPU (Muslimah Peduli Umat) dan mendirikan Yayasan serta Pondok Pesantren Muallafah IRENA CENTER.


Komunitas Tionghoa Lintas Agama Beri Gelar Habib Rizieq Man of The Year 2016



FPI Online, Megamendung - Dua komunitas Tionghoa yaitu Muslim Tionghoa Indonesia (MusTi) dan Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), menyerahkan Piagam Penghargaan anugerah 'Tokoh Indonesia 2016' kepada Ketua Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Habib Muhammad Rizieq Syihab di Pondok Pesantren Markaz Syariah di Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/12/2016).

Ketua MusTi, H.M. Jusuf Hamka mengatakan, pemberian penghargaan kepada Habib Rizieq sebagai Tokoh Nasional 2016 merupakan bentuk apresiasi atas kepemimpinan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu menjaga Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Bashariyah dan Ukhuwah Wathoniyah selama tahun 2016 ini.

Sekaligus, penghargaan atas kepemimpinannya dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia selama berlangsungnya aksi Bela Islam pada Oktober, November dan Desember lalu.

"Habib Rizieq telah menunjukkan bahwa ia bukan saja seorang ulama Islam yang berpengaruh. Tapi juga mampu memimpin jutaan umat Islam sehingga tidak bertindak anarkis saat berunjukrasa membela agamanya yang dinistakan," ujarnya.

Selama berlangsung aksi Bela Islam, beliau tidak saja mampu membangkitkan Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), tapi juga Ukhuwah Basyariyah (persaudaraan sebangsa) dan Ukhuwah Wathoniyah (persaudaraan senegara)," piji Jusuf Hamka.

Sikap dan kepemimpinan Habib Rizieq itu, tambah Jusuf Hamka, sekaligus membuktikan pula bahwa Habib Rizieq adalah seorang yang sangat mencintai negara dan bangsanya.

"Sikap itu sangat sesuai dengan prinsip dan kaidah Islam yang menyebut Hubbul Wathon minal Iman. Bahwa cinta pada negara adalah sebagian dari iman,” ujar Jusuf Hamka lagi.

Ditambahkannya, sebagai seorang ulama yang bisa mempengaruhi jutaan umat, Habib Rizieq telah mencontohkan bagaimana mestinya seorang pemimpin memberi keteladanan kepada umatnya tentang kecintaan pada tanah air, bangsa dan negaranya.

"Ketika jutaan orang berunjukrasa tapi tak ada satu ranting pohon pun yang patah, itu menunjukkan betapa besar pengaruh Habib pada umat. Kata-kata beliau didengarkan umat. Dan itulah yang membuat Habib Rizieq istimewa, beliau pantas menjadi man of the year atau Tokoh Indonesia 2016,” tambah Jusuf Hamka.

Sementara itu Koordinator KomTak, Lieus Sungkharisma menambahkan, saat berlangsung demo 212 orang-orang Tionghoa merasa takut. "Tapi ada jaminan dari Habib Rizieq bahwa aksi itu tidak akan menyerempet ke masalah SARA. Jaminan Habib Rizieq itu terbukti benar," puji Lieus.

sumber : tribunnews

Rabu, 28 Desember 2016

FPI: Mas Ranu Kita akan Membantu, Media Islam Harus Tetap Istiqomah, Berani dan Bersatu!

FPI Online, Jakarta - KH Ahmad Shobri Lubis, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) mendukung penuh pembelaann atas penangkapan wartawan media online Panjimas.com, Ranu Muda Adi Nugroho.
Ustadz Shobri Lubis -sapaan akrabnya-, mengungkapkan bisa saja mendatangi DPR RI sebagai salah satu upaya advokasi terhadap Ranu.
“Termasuk penangkapan wartawan, profesionalisme Kepolisian terhadap umat Islam kok kayak begini? Sehingga kita minta DPR ikut turun tangan, insya Allah kita turut membantu,” katanya pada Panjimas.com, Kamis (28/12/2016).
Dukungan FPI terhadap Ranu disampaikan Ustadz Shobri Lubis dengan tegas bahwa elemen umat Islam termasuk FPI akan memberikan bantuan upaya hukum jika diperlukan.
“Mas Ranu, kita semua akan turut membantu dan elemen-elemen umat Islam ikut membantu,” ujarnya.
Ustadz Shobri berpesan kepada Panjimas.com dan media Islam lain untuk tetap istiqomah dan berani di jalan kebenaran. Dengan ditangkapnya Ranu Muda, tidak menjadikan lemah dalam menyampaikan berita kebenaran.
“Media-media Islam saat sekarang ini, para Mujahid-mujahid kebenaran. Mereka adalah penyampai kebenaran, saya berharap tetap istiqomah, tetap berani, tetap semakin bersatu dalam menegakkan kebenaran,” pungkasnya.
Sumber : Panjimas.com

Baru Tiga Hari Berdiri, Agen Miras di Kalimalang digrebek Laskar FPI

FPI Online, Bekasi -Peredaran minuman beralkohol di wilayah Bekasi makin merajalea. Meski sering dirazia oleh FPI dan aparat kepolisian, para pengusaha dan pedagangnyapun tak juga jera.

Sekitar tiga hari yang lalu, kembali berdiri sebuah tempat usaha pensuplai minuman keras ke sejumlah warung pengecer. Agen miras tersebut terletak di pinggir Jalan Raya Kalimalang, tepatnya di sebelah pool PO bus Sinar Jaya, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi.

Pada siang hingga sore hari tadi, Rabu (28/12), belasan orang Laskar MACAN LPI Cikarang Barat bersama sekitar tujuh personel aparat kepolisian setempat mendatangi gudang penyimpanan miras yang diketahui adalah milik Ericksen Pasaribu (56), pria kelahiran Taput yang berdomisili di Desa Tridaya Sakti, Kabupaten Bekasi.

Deni Pranata, Wakil Qoid (Ketua-red) MACAN LPI Cikarang Barat menuturkan bahwa selama tiga hari sejak gudang tersebut berdiri ,sejumlah laskar telah melakukan pemantauan aktivitas transaksi miras yang dilalukan secara terang-terangan.

" Lokasi baru dibangun sekitar tiga harian dan langsung diintai". Ungkap Deni.

Puncaknya pada siang hari tadi, saat salah seorang laskar tengah melintas mendapati sebuah mobil tengah menurunkan puluhan dus miras di tempat tersebut. Melihat aktivitas transaksi miras yang dilakukan secara terang-terangan itu, laskar kemudian langsung menghubungi aparat melalui telepon agar segera mengambil tindakan.

"Pas tadi laskar lihat lagi nurunin barang. Kita langsung telpon polsek". Tambahnya.

Tak lama kemudian, rombongan personel polisi dari Polsek Cikarang Barat dan laskar FPI mulai berdatangan ke lokasi. Mereka lalu memeriksa seisi gudang tersebut.

Saat dilakukan pemeriksaan, didapati ratusan dus miras dari berbagai jenis dan merk. Stok miras yang sedianya akan disuplai ke sejumlah pengecer itupun diamankan oleh aparat kepolisian.


Habib Rizieq Di Medan, "Ada Pihak Ketiga Yang Melakukan Pembusukan Opini"

FPI Online, Medan - Imam Besar Front Pembela Islam Habib Muhammad Rizieq Syihab beserta rombongan datang ke Medan, Rabu (28/12/2016). Kedatangannya adalah untuk mengisi kegiatan tabligh akbar yang digelar di Masjid Agung Medan. 
Selain itu, kedatangan Habib Rizieq Syihab adalah untuk menjelaskan apa sebenarnya aksi 411 dan aksi 212 yang dilakukan beberapa waktu lalu.
Sebelum mengisi tabligh akbar, Habib Rizieq sempat menggelar konferensi pers di Hotel Saka, Jalan Ringroad. Rizieq menjelaskan, sudah banyak yang membusukkan opini soal aksi 411 dan 212 yang diikuti jutaan umat muslim itu.
“Saat ini ada pihak ke-3 yang ingin mendompleng, dan mencoba pembusukan opini. Seolah aksi bela islam bahwa aksi itu adalah aksi anti bhineka tunggal ika, anti NKRI, anti pancasila dan seterusnya,” kata Rizieq didampingi Wakil Ketua GNPF KH Zaitun Rasmin dan Kapolda Sumut Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel.
Habib Rizieq menegaskan aksi itu bukanlah anti kepada Pancasila, NKRI atau etnis tertentu.
“Makanya saya tegaskan, aksi 212 dan sebelumnya bukan aksi seperti itu. Lebih tajam lagi, bahwa aksi 212 bukan aksi anti cina, karena kami bukan rasis dan fasis. Aksi itu juga bukan aksi anti kristen. Kami tidak pernah punya persoalan dengan seluruh masyarakat yang beragama nasrani. Dan juga bukan aksi SARA. Akan tetapi aksi itu murni penegakan hukum untuk oenista agama. Kami minta masyarakat bisa paham,” kata Habib Rizieq.
Video youtube : https://www.youtube.com/watch?v=rH3w-Tkos8E

Habib Rizieq Dapat Penghargaan dari Warga Muslim Sumut, Marga Lubis dan Istri Habib Bergelar Boru Nasution

FPI Online, Medan - Tabligh Akbar dan Dzikir yang diselenggarakan di Mesjid Agung Kota Medan yang dipimpin langsung oleh Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab rupanya berbekas di hati umat muslim Kota Medan khususnya dan kota lainnya di Sumatera Utara.

Penghargaanpun akhirnya disematkan gelar kepada Habib Rizieq dengan sebuah marga dari salah satu suku Batak, Lubis dan juga buat istri Habib juga di berikan gelar Boru Nasution oleh warga muslim.

Dalam Tabligh Akbar kali ini, Habib Rizieq yang direncanakan hadir pada pukul 13.00 namun terkendala dengan beberapa hambatan yang ditemui, di jalan seperti hadangan dari beberapa ormas di Bandar Udara Kualanamu International Airport (KNIA) Medan, akhirnya baru bisa mencapai lokasi sekitar pukul 16.35 wit.

Sebelumnya Kapolda Sumatera Utara memberikan sambutan kepada seluruh umat muslim yang hadir diperkirakan mencapai hingga ratusan ribu orang, karena dari informasi dilapangan. [beritaislam24h.net]

Video youtube : https://www.youtube.com/watch?v=dO9VFyhQHNQ

Hadiri Aksi 212, Polisi Harus Periksa Jokowi Sebagai Saksi Kasus Makar

FPI Online, Jakarta - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) seharusnya ikut dipanggil penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) untuk bersaksi dalam kasus dugaan makar. Pasalnya, Jokowi hadir langsung saat Aksi Bela Islam pada 2 Desember lalu.

Desakan tersebut disampaikan salah satu tim advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Kapitra Ampera di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (28/12).

Kapitra Ampera mendatangi Polda untuk mempertanyakan ke penyidik kaitan kliennya, koordinator Aksi 212 asal Sumatera Barat (Sumbar) Irfianda Abidin dengan kasus makar.

"Kita lihat aksi 212 juga dihadiri oleh Presiden, Wapres. Kalau keberadaan, itu harus dijadikan saksi. Maka yang paling pantas (bersaksi) Presiden, Wapres, Menko Polhukam juga sebagai saksi. Karena dia melihat sendiri ada tidak peristiwa makar di saat aksi itu," ujarnya.

Menurut Kapitra, seorang saksi merupakan pihak yang mengetahui, melihat dan mendengar langsung suatu peristiwa tindak pidana.

Kapitra sendiri dikuasakan sebagai pengacara salah satu saksi dari pihak Koordinator jamaah asal Sumatera Barat (Sumbar), Irfianda Abidin. Namun, Irfianda batal bersaksi hari ini, karena masih ada urusan di daerah asalnya, Sumbar.

Sehingga, Kapitra mendatangi PMJ untuk mengkonfirmasi ke penyidik PMJ, terkait pemanggilan terhadap kliennya.

"Hari ini (Irfianda) belum hadir. Kita wakili dulu dan bertanya pada penyidik. Kita akan tanya, dia saksi yang mengetahui, melihat dan mendengar perbuatan siapa," paparnya.

Untuk diketahui, Irfianda akan dimintai keterangan terkait keterlibatannya dalam mengerahkan ribuan masa asal Sumbar menggunakan ratusan bus.

Selain Irfianda, penyidik juga mengagendakan pemanggilan saksi dari Pengelola PO NPM Angga Vircansa Chairul, yang diduga dilibatkan oleh Irfianda selaku koordinator jamaah. [beritaislam24h.net]