Pada suatu hari di suatu tempat seorang bapak tua hendak menumpang sebuah bus. Ketika bus berhenti dan saat ia menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Lalu pintu tertutup dan bus mulai bergerak, sehingga ia tidak bisa memungut sepatu yang terlepas tadi. Si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya keluar jendela. Seorang pemuda yang duduk dalam bus melihat kejadian itu, dan bertanya kepada si bapak tua, "Aku memperhatikan apa yang Anda lakukan Pak. Mengapa Anda melemparkan sepatu Anda yang sebelah juga?" Si bapak tua menjawab, "Supaya siapapun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya. " Si bapak tua dalam cerita di atas memahami filosofi dasar dalam hidup - jangan mempertahankan sesuatu hanya karena kamu ingin memilikinya atau karena kamu tidak ingin orang lain memilikinya. Kita kehilangan banyak hal di sepanjang masa hidup. Kehilangan tersebut pada awalnya tampak seperti tidak adil dan merisaukan, tapi itu terjadi supaya ada perubahan positif yang terjadi dalam hidup kita. Kalimat di atas tidak dapat diartikan kita hanya boleh kehilangan hal-hal jelek saja. Kadang, kita juga kehilangan hal baik. Ini semua dapat diartikan : Supaya kita bisa menjadi dewasa secara emosional dan spiritual, pertukaran antara kehilangan sesuatu dan mendapatkan sesuatu haruslah terjadi. Seperti si bapak tua dalam cerita, kita harus belajar untuk melepaskan sesuatu. Tuhan sudah menentukan bahwa memang itulah saatnya si bapak tua kehilangan sepatunya. Mungkin saja peristiwa itu terjadi supaya si bapak tua nantinya bisa mendapatkan sepasang sepatu yang lebih baik. Satu sepatu hilang. Dan sepatu yang tinggal sebelah tidak akan banyak bernilai bagi si bapak. Tapi dengan melemparkannya ke luar jendela, sepatu itu akan menjadi hadiah yang berharga bagi gelandangan yang membutuhkan. Berkeras hati dan berusaha mempertahankannya tidak membuat kita atau dunia menjadi lebih baik. Kita semua harus memutuskan kapan suatu hal, suatu keadaan atau seseorang masuk dalam hidup kita, atau kapan saatnya kita lebih baik bersama yang lain. Pada saatnya, kita harus mengumpulkan keberanian untuk melepaskannya. Karena tiada badai yang tak berlalu. Tiada Pesta yang tak pernah usai. Semua yang ada didunia ini tiada yang abadi |
Selasa, 18 Mei 2010
Makna Kehilangan
Minggu, 09 Mei 2010
Pedang-pedang Rasulullah Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW adalah pribadi yang lemah lembut. Walau begitu, beliau juga terkenal sebagai panglima perang yang handal. Namun, Baginda Nabi SAW tidaklah berlaku seperti raja atau pembesar pada umumnya yang hanya duduk di singgasananya sementara prajuritnya bertempur di medan perang.Jika Islam terusik, beliau selalu memimpin kaum muslimin dengan berada di garda terdepan di garis pertempuran melawan para kafir harbi. Pertempuran selalu akrab dengan yang disebut sebagai peralatan dan perlengkapan perang. Mulai dari beraneka jenis senjata, pedang, tompak, busur beserta anak panah, tameng atau perisau, baju zirah atau baju perang, sepatu alas kaki, dan lain sebagainya. Menurut catatan sejarah, Rasulullah SAW mempunyai juga peralatan dan perlengkapan perang seperti yang disebut diatas. Seperti misalnya, beliau mempunyai beberapa buah pedang, busur beserta anak panahnya, baju zirah atau baju perang, sepatu alas kaki, dan lain sebagainya. Rasulullah SAW memiliki 3 busur panah, Rauha', dan Sauhath, serta si Kuning. Di sebut si Kuning karena busur panah itu berwarna kuning. Berkaitan dengan pedang, beliau disebutkan mempunyai 9 buah pedang. Beragam pedang itu beliau dapatkan dari warisan, hibah, maupun juga dari pampasan perang. Pedang-pedang beliau diantaranya itu adalah sebagai berikut : |
1. Pedang Al-Ma’thur.
Pedang ini merupakan warisan dari ayahanda beliau, Abdullah bin Abdul Muthalib. Pedang Al-Ma’thur atau Ma’thur al-Fijar ini berbentuk blade dengan panjang 99 cm. Pegangannya terbuat dari emas dengan bentuk berupa menyerupai ular dan dihiasi dengan emeralds dan pirus. Dekat dengan pegangan itu terdapat Kufic ukiran tulisan huruf Arab yang berbunyi ‘Abdallah bin Abd al-Mutalib’.
Pedang ini yang menyertai perjalanan hijrah beliau dari Makkah menuju ke Madinah. Pedang ini di kemudian hari bersama dengan beberapa perang lainnya diberikan beliau kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
2. Pedang Qal’i.
Pedang Qal’i atau Qul’ay yang juga dapat berarti tin atau timah putih. Nama pedang ini juga kemungkinan erat kaitan hubungannya dengan nama suatu tempat di Syria atau di India dekat Cina.
Pedang berdesain menyerupai gelombang dengan panjang 100 cm ini didekat pegangannya terdapat tulisan dalam bahasa arab Pedang ‘Ini adalah pedang mulia dari rumah Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah’.
Pedang ini diketemukan oleh kakeknya Nabi Muhammad SAW saat beliau membuka mata air zamzam di Makkah.
3. Pedang Al-Qadib.
Pedang Al-Qadib berupa pedang ringan yang panjangnya 100 cm, berbentuk blade tipis menyerupai batang tipis sehingga bisa dikatakan mirip dengan tongkat.Pedang berwarna silver yang disisinya tertuliskan ukiran kalimat ‘Tidak ada berhala tetapi Allah, Muhammad adalah utusan Allah—Muhammad b. Abdallah b. Abd. Al-Muttalib’ ini bersarungkan kulit hewan yang dicelup.
Pedang ini tak pernah beliau gunakan di peperangan, hanya selalu berada di rumah kediaman Nabi Muhammad SAW. Kegunaan pedang hanya untuk pertahanan atau persahabatan saat beliau berpergian saja.
Di kemudian hari, pedang ini digunakan oleh khalifah Fatimid.
4. Pedang Al-Rasub.
Pedang Al-Rasub ini juga merupakan pedang yang selalu ada di rumah kediaman Rasullullah SAW. Karena hal yang demikian, maka ada juga yang menyebutnya sebagai pedang rumah Rasulullah untuk menjaga keluarga beliau, seperti layaknya bahtera (Ark) yang disimpan oleh bangsa Israel. Pedang berbentuk blade dengan panjang 140 cm itu mempunyai bulatan emas yang didalamnya terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi ‘Ja’far al-Sadiq’.
5. Pedang Al-Mikhdham.
Pedang ini panjangnya 97 cm dan terpahat ukiran tulisan Arab yang berbunyi ‘Zayn al-Din al-Abidin’.
Pedang ini oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW di kemudian hari diberikan kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra, selanjutnya diwariskan turun temurun ke anak cucu keturunannya Sayyidina Ali ra.
6. Pedang Dhu Al-Faqar.
Pedang Dhu al-Faqar atau juga disebut dengan nama Dzulfikar ini berbentuk blade dengan dua mata pedang. Pedang ini beliau dapatkan dari hasil pampasan perang pada saat perang Badar.
Pada perang Uhud, pedang ini diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Sayyidina Ali bin Abi Tholib ra. Seusai perang, pedang ini dalam keadaan yang bersimbah darah, dikembalikan kepada Nabi SAW.
7. Pedang Al-’Adb.
Nama Al-’Adb mempunyai arti memotong atau tajam. Pedang ini beliau gunakan sewaktu perang Uhud.
Pedang ini dikirim ke para sahabat beliau sesaat sebelum Perang Badar untuk menunjukkan kesetiaan mereka kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
8. Pedang Al-Battar.
Pedang Al-Battar yang merupakan pampasan perang dari Bani Qaynuqa ini berbentuk blade dengan panjang 101 cm. Pedang yang mempunyai sejarah panjang ini disebut sebagai ‘Pedangnya para Nabi‘. Pedang yang terdapat gambar Nabi Daud as ketika memotong kepala Namrud yang merupakan pemilik asli pedang ini, berukirkan tulisan Arab yang berbunyi ‘Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW’.
Konon, banyak kalangan meyakini bahwa Pedang al-Battar inilah yang kelak akan digunakan Nabi Isa AS ketika diturunkan ke bumi lagi untuk mengalahkan Dajjal.
9. Pedang Hatf.
Pedang Hatf yang merupakan pampasan perang dari Bani Qaynuqa ini berbentuk blade, dengan panjang 112 cm dan lebar 8 cm. Pedang ini bersejarah panjang. Nabi Daud as, mengambil pedangnya al-Batar dari tangan Namrud sebagai harta rampasan ketika beliu mengalahkannya. Saat itu umur beliau kurang dari 20 tahun. Allah SWT lalu memberikan mu’jizat kepada Nabi Daud berupa kemampuan untuk membuat senjata, tameng dan peralaan perang dari besi.
Kemudian beliau, Nabi Daud as, membuat pedang yang dinamai Hatf, sebuah pedang yang menyerupai al-Battar tetapi berdimensi lebih besar. Nabi Daud as menggunakan pedang ini sampai wafat, yang kemudian pedang itu dirawat oleh suku Levitar, salah satu suku bangsa Israel.
Setelahnya itu, pedang Hatf itu akhirnya sampai ke tangan Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW.
Pedang-pedang itu, saat ini, sebagian besar tersimpan di museum Topkapi, Istanbul Turki. Sebagian juga ada yang tersimpan di museum cairo Mesir, dan beberapa tempat lainnya.
Langganan:
Postingan (Atom)