Sabtu, 10 Desember 2016

Sesuai UU NO 23 Tahun 2014 Pasal 83

SAAT AHOK RESMI JADI TERDAKWA 
DI PN JAKARTA UTARA
PADA SIDANG PERTAMA 
HARI SELASA 13 DESEMBER 2016

MAKA JOKOWI WAJIB SEGERA TERBITKAN KEPPRES PEMBERHENTIAN AHOK.

JADI TERDAKWA, PEMERINTAH HARUS BERHENTIKAN SEMENTARA AHOK SEBAGAI GUBERNUR

Oleh : Ferdinand Hutahaean
RUMAH AMANAH RAKYAT

Sesuai rencana jadwal persidangan Ahok sebagai tersangka pelanggaran pasal 156 a KUHP tentang penistaan agama yang akan mulai disidangkan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 13 Desember 2016 yang akan datang, maka Pemerintah melalui Presiden harus memberhentikan sementara Ahok sebagai Gubernur Kepala Daerah Propinsi DKI Jakarta terhitung tanggal 13 Desember 2016.

Tanggal 13 Desember 2016 nanti, Ahok akan bergelar terdakwa. Maka sesuai dengan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah khususnya pasal 83, Gubernur sekaligus Calon Gubernur DKI Jakarta Nomor Urut 2 yaitu Ahok yang akan menjadi terdakwa dan harus diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Gubernur Kepala Daerah. Ini perintah Undang-undang yang wajib hukumnya dilaksanakan oleh Pemerintah dalam hal ini Presiden.

Ahok memang saat ini dalam status berhenti sementara sebagai Gubernur karena alasan cuti diluar tanggungan sebagai akibat dari keikut sertaannya dalam kontestasi politik Pilkada DKI Jakarta. Ahok sebagai cagub petahana wajib berhenti sementara selama masa kampanye. Itu diatur oleh Undang-undang dan Peraturan KPU. Namun cuti yang dijalani Ahok saat ini adalah hal yang berbeda dengan pemberhentian sementara akibat statusnya akan menjadi terdakwa di pengadilan. Dengan demikian, pemerintah tidak boleh berasumsi bahwa saat ini Ahok tidak perlu dikeluarkan Kepres pemberhentian sementara. Aturannya wajib, ini perintah Undang-undang. Ahok harus diberhentikan sebagai Gubernur ketika berstatus terdakwa. Tidak boleh disamakan dengan cuti sementara karena mengikuti kampanye.

Kementerian Dalam Negeri harus segera mengusulkan draft Kepres pemberhentian Ahok sebagai Gubernur karena telah berstatus terdakwa. Ini mutlak dilakukan, diberhentikan dengan Keputusan Presiden dan harus disampaikan kepublik secara terbuka. Karena dampak dari keputusan ini adalah, selama keputusan pengadilan yang mengadili perkara penistaan agama dengan terdakwa Ahok belum berkekuatan hukum tetap, maka Ahok tetap berhenti sementara dari jabatannya. Berbeda dengan cuti sementara yang dijalani Ahok saat ini, yang akan berakhir ketika masa kampanye selesai. Setelah kampanye selesai, Ahok bisa kembali duduk menjadi Gubernur, itu sesuai aturan. Jadi hal itu berbeda status cuti kampanye dengan diberhentikan sementara karena berstatus terdakwa.

Pemerintah tidak boleh lalai melaksanakan ketentuan yang diatur oleh Undang-undang. UU Nomor 23 tahun 2014 mengatur hal tersebut dengan terang dan tidak perlu penafsiran berlebih. Maka itu, kami mendesak pemerintah, mendesak Kementerian Dalam Negeri, mendesak Presiden, agar pada tanggal 13 Desember 2016 nanti sebelum persidangan dimulai, Keputusan Presiden tentang Pemberhentian Sementara Ahok dari jabatan Gubernur sudah ditanda tangani Presiden. Sebab bila tidak diberhentikan, maka status Ahok masih gubernur aktif dan hanya cuti kampanye, dan hal tersebut melanggar UU Nomor 23 tahun 2014. Jangan sampai pemerintah mengabaikan hal ini karena Pemerintah dalam hal ini Presiden, bisa dianggab melanggar Undang-undang secara sadar. Tentu bila Presiden melanggar Undang-undang secara sengaja bisa ditindak lanjuti dengan pemakzulan.

Kita tidak ingin ada kegaduhan baru atas kasus Ahok ini. Kita harap Presiden menghindari potensi kegaduhan baru dengan menjalankan perintah Undang-undang secara konsisten dan selurus-lurusnya sesuai Sumpah Jabatan Presiden.

Jakarta, 09 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar