Selasa, 07 Februari 2017

Misteri Heli AW-101, Siapa yang Beli?


[PORTAL-ISLAM]  Rencana pembelian helikopter Kepresidenan untuk Presiden Jokowi ramai setahun lalu. TNI AU mengusulkan AgustaWestland AW-101 versi VVIP, alasannya untuk menggantikan Helikopter Super Puma yang dinilai sudah uzur.

Rencana TNI AU tersebut menimbulkan polemik. Sejumlah pihak menanyakan kenapa tidak menggunakan helikopter buatan PT Dirgantara Indonesia saja? Toh, PT DI punya Helikopter EC-725 yang antipeluru dan bisa dimodif untuk mengangkut VVIP.

Presiden Jokowi pun merespons polemik yang beredar. Dia menolak membeli helikopter kepresidenan baru dan memilih tetap menggunakan yang lama.

“Dengan mempertimbangkan dan masukan, presiden memutuskan untuk tidak menyetujui AW-101. Kedua, kondisi keuangan saat ini pembelian heli dianggap tinggi. Presiden masih menggunakan heli yang ada” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat itu.

Setelah lama tak terdengar kabarnya, tiba-tiba pembelian Heli AW101 ini mencuat kembali. Puncaknya saat Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengaku mendapat laporan kedatangan pesawat tersebut sekitar 5 hari lalu. Helikopter buatan Inggris-Italia itu kini sudah berada di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Komisi I DPR menanyakan masalah ini saat rapat dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Menhan Ryamizard Ryacudu.

Jawaban Panglima TNI cukup mengejutkan. Gatot mengaku tidak tahu menahu soal pengadaan helikopter ini. Dia malah mengungkap soal peraturan Menhan No 28 tahun 2015 yang membatasi kewenangan Panglima TNI.

Aturan ini menghapus kewenangan Panglima TNI untuk memantau alur perencanaan pembelanjaan alutsista di masing-masing matra. Saat ini TNI AD, TNI AL, TNI AU langsung berkordinasi di bawah Kemhan.

“Kita pernah mengalami bagaimana (masalah pembelian) Helikopter AW-101. Sama sekali TNI tidak tahu. Mohon maaf bila ini kurang berkenan,” kata Gatot.

Namun Menhan Ryamizard juga membantah tahu soal pengadaan alutsista baru ini. Dia berkilah, awalnya rencana pengajuan pembelian pesawat AW 101 berasal dari Sekretaris Negara. Pesawat AW 101 ini diperuntukkan untuk pesawat Kepresidenan. Setelah ditolak, kini datang helikopter ke TNI AU dengan peruntukan sebagai helikopter angkut berat.

Menurut Ryamizard, anggaran pembelian pesawat itu telah dibayarkan oleh Kemenkeu untuk memfasilitasi rencana pengadaan pesawat VVIP Kepresidenan dari Setneg. Untuk itu, Ryamizard membantah anggaran yang dikeluarkan Kemenkeu atas nama Kementerian Pertahanan.

Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengaku telah membentuk tim investigasi pengadaan helikopter AgustaWestland 101. TNI AU berjanji akan mengusut tuntas pengadaan helikopter ini.

“Saya melaporkan bahwa saya akan melaksanakan investigasi yang sudah saya bentuk terhadap pengadaan AW-101. Jadi investigasi terdiri dari mulai dari perencanaan, pengadaan sampai dengan pengadaan itu mekanismenya bagaimana. Itu pun saya seizin Panglima TNI,” kata Hadi di Kantor Sekretaris Negara, Jakarta, Selasa, 7 Februari 2017.

Hadi membantah anggaran pengadaan helikopter itu digelontorkan Sekretaris Negara. Dia menjelaskan sumbernya anggaran Kemenkeu untuk TNI AU lewat Kementerian Pertahanan. TNI AU pun memastikan helikopter AW-101 akan digunakan untuk angkut berat bukan heli kepresidenan.

Menurut Hadi, kendati mendapat dukungan administrasi, Kementerian Pertahanan tidak mengetahui pengadaan helikopter AW-101. Kala itu, Kemhan hanya mendukung pengadaan pesawat VVIP.

“Jadi Kementerian Pertahanan tidak tahu kalau akan diadakan untuk pesawat angkut. Nah akhirnya ini (helikopter AW-101) menjadi pesawat angkut,” jelasnya.

Hadi menambahkan, hingga saat ini helikopter AW-101 belum digunakan. Dia juga memastikan, belum ada serah terima helikopter tersebut.

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menilai, lemahnya koordinasi sehingga timbul kesalahpahaman di antara pihak terkait.

“Berarti koordinasinya perlu ditingkatkan lagi. Koordinasi antara di kementerian, di eksekutif ini saya kira perlu ditingkatkan lagi lah. Sehingga jangan sampai muncul ada miss perception, ada miss understanding antara satu dengan yang lain,” kata dia di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Februari 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar