Selasa, 07 Februari 2017
"PARA MANTAN" Yang Mengkritik Rezim Penguasa, Dari Bung Hatta Hingga SBY
Tulisan Dandhy Dwi Laksono tentang "PARA MANTAN (Pejabat)" yang tetap kritis terhadap Penguasa.
[PARA MANTAN]
Tahun 1960, Bung Hatta yang sudah menjadi mantan wakil presiden sejak 1956, menulis artikel yang cukup pedas di majalah Panji Masyarakat. Judulnya: "Demokrasi Kita". Isinya mengugat keras Demokrasi Terpimpin yang dijalankan Sukarno, terutama sejak Dekrit 5 Juli 1959.
Majalah Panji dibredel Sukarno gara-gara artikel ini. Rumah Bung Hatta di Jalan Proklamasi 57, Menteng, Jakarta Pusat, disatroni intel untuk memantau siapa saja tamu-tamu beliau. Terutama para diplomat asing.
Setelah Pemilu 1977, Bung Hatta juga mengkritik Soeharto dengan mengingatkan pelaksanaan UUD 1945 tentang masa jabatan presiden selama lima tahun dan "sesudahnya dapat dipilih kembali". Sebagai proklamator, Bunga Hatta punya tafsir bahwa masa jabatan presiden cukup dua kali, bukan berarti "sesudahnya dapat dipilih kembali" secara terus-menerus. Setelah reformasi, amandemen UUD 1945 barulah membatasi secara tegas masa jabatan presiden.
Kritik Hatta terhadap Soeharto ini melahirkan Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi yang menurut almarhum Siner Key Timu, menjadi cikal bakal Petisi 50.
Apa itu Petisi 50?
Gerakan para mantan yang dibentuk awal 1980. Ada mantan kepala Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), Sjafruddin Prawiranegara --yang oleh sebagian pihak disebut sebagai "presiden kedua" Republik Indonesia. Ada mantan Kapolri Hoegeng atau mantan Gubernur DKI Ali Sadikin.
Para mantan dan pensiunan ini dicekal dan disabot mata pencahariannya. Universitas Atmajaya ditekan agar memecat Siner Key Timu. Ali Sadikin dicekal dan tak bisa mengantar istrinya yang sakit dan hendak berobat ke Singapura.
Ke mana arah status ini?
Pertama, tidak benar kalau dalam sejarah Indonesia, "para mantan" tidak ada yang mengkritik penerusnya secara terbuka. Bahwa ada yang memilih diam seperti Habibie dan berfoto mesra dengan yang sedang berkuasa, itu hal lain dan soal pilihan. Bahwa mantan seperti SBY berlebihan atau "lebay" itu juga benar dan soal lain.
Kedua, ini yang penting: bila ada rezim yang sudah mulai paranoia dengan "para pensiunan", seperti menjerat kakek-kakek dan nenek-nenek dengan pasal makar atau para aktivisnya lebih suka mendemo bekas pejabat ---sementara di sisi lain mereka duduk manis makan siang dengan kekuasaan sambil membicarakan pembagian beasiswa-- ingatlah, bahwa kita juga pernah punya rezim-rezim yang seperti ini.
Dan semuanya berakhir tragis, diinjak sejarah.
__
Sumber: fb
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar